Dengan sesering mungkin
melibatkan seorang siswa beproses dan berkarya seni
maka sebenarnya sekolah sedang berproses
dalam menanamkan rasa estetis ,
memberikan pengalaman-pengalaman berkesenian , berapresiasi, berestetika, dan memberikan pengalaman-pengalaman estetis dalam diri anak didiknya yang nantinya diharapkan nilai – nilai karakter dan estetika ini bisa menjadi nafas dalam hidup mereka.
-Dra. Paulina Soesri Handajani – guru Seni Rupa SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya

menggairahkan kembali yang nyaris tertinggal,
Seni untuk kehidupan
Kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, pernyataan ini berfokus pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Pengertian di atas menimbulkan sebuah asumsi bahwa seseorang yang memiliki perilaku menyimpang dianggap tidak memilliki karakter, sedangkan seseorang yang dianggap berperilaku baik disebut berkarakter.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1) Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2) Karakter juga bisa bermakna “huruf”. Tentu bukan pengertian ke-2 yang dimaksudkan di sini.
Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuat.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan bahwa Pendidikan berasal dari kata “didik” dan mendapatkan awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan.
Bagaimanakah sekolah menempatkan diri sebagai komponen yang menjembatani terjadinya proses transformasi berbagai karakter kepada anak didiknya? Sekolah adalah dunia kecil tempat belajar tentang apa saja, di dunia kecil inilah para generasi muda menggali pengalaman hidup, untuk bisa dibawa dalam dunia yang lebih luas. Pada titik inilah perlu kesadaran para pendamping, orang-orang yang lebih dewasa dalam membina kaum muda. Penanaman estetika sebagai langkah preventif dalam membentuk karakter bangsa adalah sesuatu yang nyaris terlupakan. Di tengah problematika hidup yang semakin kompleks: korupsi, tawuran pelajar, kemunduran nilai moral, cepatnya pengaruh teknologi dalam kehidupan dan persoalan-persoalan lainnya, dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai upaya bagaimana membekali siswa sehingga bisa menghadapi hidupnya kelak dengan baik. Sebuah proses pembelajaran yang berkonsep pendidikan berkaraker pun mulai digalakkan. Sekolah menjadi semakin bergairah dengan kegiatan-kegiatan seni. Trend kebangkitan kembali kecintaan pada budaya setempat mendorong semakin maraknya kegiatan-kegiatan kesenian diselenggarakan di sekolah. Tentu hal ini merupakan modal positif bagi sekolah untuk berperan dalam menanamkan kecintaan pada budaya sendiri, dan memberi apresiasi terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Seni tidak hanya diajarkan, tetapi juga diselenggarakan, sehingga siswa tidak hanya memiliki pengetahuan tentang seni tetapi juga mengalaminya. Bagaimana mereka berproses mulai dari pembentukan ide, proses berlatih, persiapan sampai saat perform, adalah sebuah pengalaman berharga bagi mereka.
Dapat dikatakan bahwa Pendidikan seni perlu diberikan di sekolah agar siswa mendapatkan pengalaman dalam menciptakan sebuah karya, pengalaman dalam menciptakan konsep karya, pengalaman berestetika dan pengalaman untuk merasakan fungsi pendidikan seni bagi kehidupan. HOT, Exhibition Competition And Talent, sebuah titel kegiatan di SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya yang meliputi berbagai lomba: Paduan Suara, Sains, English Competition, Basket, Logic and Programming dan Debat Sosial.
Sesungguhnya bukan jenis lombanya yang penting, namun bagaimana kegiatan ini diselenggarakan. Kegiatan lomba berbagai bidang untuk SMP ini diselenggarakan rutin setiap tahun, yang pelaksanaannya melibatkan semua siswa sebagai panitia. Beberapa siswa bisa belajar dalam managerial kegiatan, mereka juga bisa belajar bagaimana mendesain sebuah kegiatan supaya menarik, sementara siswa lain ada juga yang belajar bagaimana mempersiapkan materi acara dengan sebaik-baiknya.
Dampak estetis tidak hanya tertuju pada siswa panitia, namun juga kepada para peserta lomba, para siswa SMP. Mereka mendapatkan pengalaman bagaimana sebuah acara diselenggarakan, dan bagaimana peranan Seni dalam menghidupkan sebuah acara. Estetika tidak hanya diperlukan dalam mengikuti mata lomba yang bertajuk Seni, karena untuk bisa mengikuti dengan baik mata lomba yang lain, para peserta lomba ini harus memiliki sikap- sikap yang estetis. Dalam pesta pembukaan, siswa memiliki peranan besar, mereka berproses dalam mendesain acara sehingga mampu mengeluarkan banyak talenta yang mereka miliki, kemudian mengisi acara demi acara di setiap bidang lomba, dan terakhir, bersama-sama menutup acara. Perhelatan ini memerlukan sentuhan seni dan teknik desain yang baik, di tangan anak-anaklah semua itu terjadi.
Belajar berkesenian, seorang anak berlatih dalam kepekaan tentang keindahan yang bisa diterapkan dalam situasi apapun seperti dalam hal sikap, bertutur kata, berpakaian, berdandan, dan sebagainya. Kehalusan rasa dan estetika tidak hanya terpendam dalam diri namun hendaknya juga diwujudkan dalam interaksi sosial
MPLS, HOT, SEF, Pentas Seni & Bazar serta banyak kegiatan baik formal maupun non formal di SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya adalah contoh kecil bagaimana sebuah kegiatan diselengarakan dan mampu memberikan wadah bagi para siswa untuk belajar dari berbagai sisi. Sesering mungkin melibatkan seorang siswa beproses dan berkarya seni maka sebenarnya sekolah sedang berproses dalam menanamkan rasa estetis, memberikan pengalaman-pengalaman berkesenian, berapresiasi, berestetika, dan memiliki pengalaman-pengalaman dalam diri anak didiknya yang nantinya diharapkan nilai-nilai estetika itu bisa menjadi nafas dalam hidup mereka.
Menjadi manusia utuh tidak hanya berarti pandai dalam Ilmu-ilmu tertentu, namun dari sikap dan kepribadian seseorang akan tampak kecerdasan sesungguhnya yang dimiliki seseorang. Sisi intelektual seorang yang dikatakan pandai mestinya tampak juga dalam pola sikap dan perilakunya.
Meletakkan dasar estetika bagi para siswa, maka program pengajaran kesenian sedapat mugkin memberikan pelatihan-pelatihan supaya para siswa memiliki pengalaman dalam berkarya. Konsep dasar belajar mengajar harus dipahami sebagai sebuah pembelajaran yang berorientasi pada proses bukan hanya hasil, bagaimana siswa terlibat langsung dan memiliki pengalaman dalam berkarya memiliki bobot pembelajaran yang lebih besar daripada hasil akhir dari karya yang dibuat. Secara logika, dalam setiap proses karya tidak selalu tanpa hambatan, akan ada beberapa kendala yang dihadapi siswa. Proses pembelajaran meliputi bagaimana siswa menghadapi hambatan dan kendala itu secara bijak dan bagaimana usaha dan tanggungjawab siswa dalam menyelesaikan karyanya. Di keadaan umum, karya akan berhasil baik apabila proses yang dilalui juga baik. Namun terkadang hasil yang dicapai tidak terjadi seperti yang diharapkan. Dalam batas-batas toleransi yang bisa di maklumi, tentunya hal ini bisa diterima, namun yang terpenting adalah bagaimana siswa membuat keputusan memecahkan persoalan apabila terjadi hambatan atau kendala.

Disimpulkan bahwa Pendidikan karakter bukan terletak pada materi pembelajaran melainkan pada aktivitas yang melekat, mengiringi, dan menyertai proses pembelajaran itu sendiri. Segala aktivitas belajar diikuti oleh sebuah situasi yang menghidupi proses pembelajaran, sehingga pembentukan sikap dan pembiasa- pembiasaan bisa terjadi secara alamiah.